Skip to main content

Kolaborasi Manufaktur Sebagai Salah Satu Strategi Menghadapi Krisis Global Bagi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia

Krisis Ekonomi yang melanda Amerika Serikat memiliki dampak global yang sungguh tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Saham-saham unggulan Dow Jones dan Nasdaq berjatuhan, diikuti saham-saham regional lainnya ikut pula berjatuhan, tidak terkecuali Bursa Efek Jakarta. Selain itu banyak perusahaan besar, sedang, maupun kecil yang mengaku bahwa pendapatan mereka turun drastis, sehingga terancam pailit karena tidak mampu mengatasi kerugian yang dihadapi. Imbasnya para pekerja terancam dirumahkan demi menyelamatkan persahaan tersebut dari kebangkrutan. Sehingga diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk menghadapi krisis global tersebut.

Banyak kalangan ekonom yang menyatakan krisis ekonomi global saat ini justru dapat menjadi celah pasar bagi industri sektor riil, khususnya Usaha Kecil dan Menengah dalam negeri. Usaha kecil dan menengah telah terbukti mampu hidup dan berkembang di dalam badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 kemarin (Firdausy, 2004).

Usaha Kecil dan Menegah (UKM) merupakan salah satu komponen penggerak roda perekonomian di Indonesia. Kelebihan yang dimiliki oleh UKM adalah lebih fleksibel dan mudah beradaptasi dengan jumlah permintaan pasar yang tidak menentu. Pernyataan ini diperkuat data survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1999 yang menyatakan sektor UKM telah memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60%, penyerapan tenaga kerja sebesar 88,7% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia dan kontribusi UKM terhadap ekspor tahun 1997 sebesar 7,5%. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa UKM mempunyai peranan yang sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output dan merupakan aset penting dalam pembangunan perkekonomian Indonesia.

Untuk menghadapi krisis ekonomi global saat ini, pelaku UKM perlu menciptakan strategi-strategi untuk bisa dapat terus bersaing dengan pelaku dunia usaha lainnya. Salah satu strategi yang dapat diterapkan oleh pelaku UKM adalah dengan melakukan kerjasama/kolaborasi dengan industri lainnya. Dengan melakukan melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain, UKM diharapkan dapat saling melengkapi kekuatan dan kelemahan masing-masing perusahaan sehingga berkembang menjadi sebuah kekuatan yang lebih kompetitif.

Saat ini kolaborasi manufaktur telah menjadi tren dunia dan menjadi sebuah momentum yang dapat dimanfaatkan oleh industri manufaktur kecil dan menengah (UKM) atau Small and Medium Manufacturing Enterprises (SMMEs) untuk dapat bersaing dengan perusahaan manufaktur besar lainnya. Market share, kesempatan untuk berkreasi, kepuasan pelanggan, dan profit merupakan beberapa kunci parameter performa bisnis yang dilakukan oleh industri manufaktur kecil dan menengah untuk memperoleh keuntungan dari kolaborasi manufaktur tersebut (Mahes et al, 2007). Dengan melakukan melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain, diharapkan dapat saling melengkapi kekuatan dan menutupi kelemahan masing-masing sehingga perusahaan skala kecil dan menengah menjadi lebih kompetitif dan mampu bertahan di tengah sengitnya persaingan di pasar global.

Kolaborasi manufaktur menurut MESA International (2004) adalah strategi dimana sebuah kerjasama yang dilakukan antara individu dengan individu atau organisasi dengan organisasi menjadi sebuah perusahaan baru dimana mereka saling bekerja sama untuk meraih satu tujuan. Sedangkan menurut pandangan Dick Slansky (2007), analis senior dari ARC Advisory Group, kolaborasi manufaktur adalah dimana terjadi penyebaran informasi dari level paling bawah pada proses manufaktur, sampai ke level paling atas dimana semua informasi tersebut menjadi terlihat.

Kelebihan dari kolaborasi manufaktur antara lain (MESA, 2004):

  1. Dapat menginisiasi pengembangan produk baru sesuai dengan keinginan konsumen dan pertimbangan dari rekan kolaborasi,
  2. Dapat meningkatkan kemampuan desain produk baru dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki masing-masing partner dalam supply chain network,
  3. Dapat saling mengsinkronisasikan inventory tiap supplier,
  4. Mampu menyediakan informasi jadwal produksi berdasarkan jumlah permintaan aktual, bukan hanya dari peramalan maupun asumsi permintaan,
  5. Dapat memperbaiki logistic cost pada jaringan supply chain,
  6. Mengurangi time-to-market dan time-to-volume untuk produk-produk baru,
  7. Dapat mengurangi cycle time manufaktur,
  8. Membuat formula untuk mengukur seluruh supply chain cost untuk sebagai dasar keputusan,
  9. Meningkatkan respon supplier untuk meningkatkan kualitas produk,
  10. Mudah untuk mengukur performansi dari supply chain network.

Dengan mengaplikasikan kolaborasi manufaktur, perusahaan dapat mempersingkat hubungan antara end-to-end business dan proses supply chain serta menyediakan informasi yang lebih luas dan akurat sebagai dasar pembuatan sebuah keputusan (MESA, 2004). Sehingga strategi kolaborasi manufaktur dapat mengidentifikasi proses bisnis kritis dan membuat perusahaan manufaktur lebih efisien dan fleksibel. Selain itu kolaborasi manufaktur dapat dijadikan sebagai solusi efektif untuk menghadapai isu globalisasi (Danilovic, 2005).

Referensi:
Delattre, A. J., 2008, Collaborative Manufacturing: Making More by Making Less, http://www.accenture.com, diakses Juni 2008.
Firdausy, C.M., 2008, Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Daerah, http://www.smecda.com, diakses Juli 2008.
Lin, H.W., Naglingam, S.V., and Lin, G.C.I., 2007, An interactive meta-goal programmin-based decission analysis methodology to support collaborative manufacturing, Robotics and Computer-Integrated Manufacturing, Article-in-Press.
MESA, 2006, Collaborative Manufacturing Explained from MESA, http://www.automationworld.com, diakses Juni 2008.
Paul, L.G., 2007, Collaborative Manufacturing Requires Real-Time Insight, http://microsoft.com, diakses Juni 2008.

Popular posts from this blog

Pull System VS Push System

Push system / Press System is a system of centralized production control (Indrianti & Nursubiyantoro, 2006). Whereas the pull system is a production control system is not centralized (Indrianti & Nursubiyantoro, 2006). The different both Push System and Pull System are: Push System: Production control systems are centralized, controlling the entire production department Push system, the material motivated to further the process on the basis of the available resources In press system allows the inventory, which will cause the cost of inventory Planning and production control on press systems using MPS and MRP Pull System: Pull system is not centralized Material drawn by the following process according to the amount of material that is only needed Inventory amount sought to be eliminated or minimized pull system using kanban

Avoid Google Adsense Public Sevice Advertise (PSAs) at Blogger

Might be some blogger have same problem with me, how to avoid Google Adsense Public Sevice Advertise (PSAs). Although they have used supported language, but the PSAs still appear. How to avoid that? The answer is, you can use "Section Targeting". Section targeting allows you to suggest sections of your text and HTML content that you'd like Google to emphasize or downplay when matching ads to your site's content. To implement section targeting, you'll need to add a set of special HTML comment tags to your code. These tags will mark the beginning and end of whichever section(s) you'd like to emphasize or de-emphasize for ad targeting. The HTML tags to emphasize a page section take the following format: <!-- google_ad_section_start --> your content here (supported language).. your content here (supported language).. your content here (supported language).. <!-- google_ad_section_end --> You can use section targeting to make suggestions about as many s

50% Indonesian Poor Family Spent Their Money for Smoking

Smoking is more important than family Happiness. 50% poor family in Indonesia spent their money for smoking. Whereas they can use the money to buy food and milk for their children than cigarette. "1 from 2 poor family, which their wage only under IDR 600.000, spent their money to buy cigarette," said Abdilah Hasan, Indonesian Demography Researcher Institut (Src: detik.com, Apr 21, 2009). Wow... Unbelievable!! But, I don't have any idea to disagree with Abdilah Hasan's pronouncement. If I can make analysis, there are few factors why that happen. 1. Education level Average low middle economic level only have education until junior high school. It's different with intelectual people which ordinary is up middle economic level. Intelectual people has already know that smoking is not good for their healthy. 2. Stress and economic problems My friend ever told me he smoke if he had some problems which he can't solve it. He said with smoking, he felt better and he can